Kamis, 24 Februari 2011

Sebuah Kisah Klasik (Materi Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian)

Ini sebuah rentetan kronologi perjalanan hidup seorang anak dusun di daerah (dulunya terpencil) yang berusaha menggapai asa dan cita. Bermula dari masa kecilnya yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sederhana, sarana-prasarana yang terbatas (maklum jauh dari jangkauan). Tak pernah merasakan playgroup juga taman kanak-kanak karena memang tidak ada. Tapi, dia sangat bersyukur karena punya orang tua yang mendidik, membesarkannya dengan penuh kasih dan sayang. Keluarga benar-benar menjadikannya ajang sosialisasi yang sangat penting (primer), dimana dia ditanamkan nilai-nilai luhur serta norma-norma agar dia kelak memahami mana yang baik dan mana yang buruk.
Dalam keseharian dia bermain dengan teman-teman kecilnya hanya bermain permainan sederhana ala kampung. namun ia sangat menikmatinya...hati riang dan gembira. Hanya bermain dari bahan bambu, lempung (tanah liat), sandal bekas, dan lain sebagainya yang bisa dimanfaatkan untuk bermain. Dia sangat bangga dengan karya-karyanya yang dibuat dengan temannya. Jika di sore hari, dia belajar mengaji di Mushola sampai waktu Isyak datang. begitulah keseharian singkat masa kecilnya.
Semasa pendidikan SD dan SMP dia masih bertahan di kampung itu dengan menikmati pendidikan yang bisa dibilang "ala kadarnya" saja. Jauh dari terpaan teknologi, sangat jauh berbeda dengan mereka yang di kota. Jangankan teknologi..listrik saja belum ada. Belajar di rumah harus rela hanya diterangi lampu cempor atau dibawah sinar lampu petromak hehehe..(kasihan banget ya). Walaupun dengan sarana yang minimalis dia dan kawan2nya selalu belajar kelompok, berdiskusi tanpa mengenal hari minggu..(ngayalnya sih pengen pinter hehehe). Perjalanan ke sekolah harus ditempuh dengan sepeda atau jalan kaki saat musim penghujan (karena medan yang becek ga ada ojek hehe) dan akhirnya dia lulus juga dari SMP. Setelah lepas SMP, dia berkeinginan mengembara ke kota untuk menempuh pendidikan lanjutan, dan juga ia menginginkan pengalaman baru di luar sana.
Ternyata, impian dia terwujud dapat bersekolah di kota. Namun, di awal dia sangat kesulitan adaptasi dengan lingkungan barunya, berbeda budaya, beda suasana, pokoknya segala-galanya beda. Bisa dibilang dia mengalami "keterkejutan budaya" (klo kata Om Tukul, kelihatan Ndesonya hehe). Lambat laun, dia bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, setelah dia punya banyak teman di sekolahnya. Dia berusaha mentransfer semua yang ia dapat dari pengalamanya tersebut. Disana pun ia bermimpi, selepas SMA ia ingin kuliah menjadi seorang sarjana dan juga bekerja di kota. Tapi, ia sempat ragu karena mengingat latar belakang keluarga dia yang hanya dari kalangan sederhana alias pas-pasan. Namun akhirnya setelah lulus SMA, ia nekad juga kuliah walau dengan biaya yang bisa dibilang sangat jauh dari cukup alias kurang. Hambatan dan ketakutan itu berusaha ia tepis guna membulatkan tekadnya untuk berjuang menjadi sarjana. Di masa kuliahnya itu lah dia banyak mengalami peristiwa2 yang sangat berharga dan mendapat teman2 yang luar biasa menurutnya. Karena dukungan teman2 itulah dia bisa kuat serta belajar mandiri dan kreatif guna memenuhi kekurangan biaya studinya. Singkat cerita, akhirnya dia lulus juga jadi sarjana. Setelah itu dia mengalami pergulatan batin yang sangat hebat karena ternyata sangat sulit mendapatkan pekerjaan di kota. Tapi dia tidak putus asa, dia terus mencari, mencari, dan mencari. Sampai suatu ketika, dia berpikir untuk kembali ke kampung halamannya. Dia berpikir, "kenapa saya tidak mencoba untuk membangun kampung saya sendiri", begitulah yang ada dalam pikirinya saat itu.
Akhirnya, dia memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Sesampainya di kampung dia pun terkejut, setelah 10 tahun ia tinggalkan ternyata tidak begitu banyak perubahan di kampungnya. Tapi, dikampungnya itu pula dia juga sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Dan disuatu kesempatan, mungkin Tuhan menjawab semua hasil perjuangannya selama itu. Akhirnya, dia menjadi seorang Guru. Walaupun, dia tidak pernah membayangkan kalau dirinya bakal jadi Guru.
Begitulah sepenggal kisah klasik ini. Dia akhirnya berhasil mengembangkan dirinya serta membangun desanya dengan misi pendidikan. Sebuah kenyataan yang tak pernah terduga.
Salam......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar