Senin, 14 Maret 2011

Media yang Bernama TV

Semakin maraknya industri media massa khususnya televisi memang menunjukkan perubahan sosial yang pesat. Dengan adanya media tersebut, audien bisa dengan mudah menikmati tayangan audio visual yang dikemas secara apik dan cepat. Namun, yang menjadi masalah adalah dampak dari media tersebut. Memang TV memiliki nilai positif, selain mudah juga audien dapat mengikuti arus informasi, hiburan, olahraga, dsb disaat santai dirumah maupun di tempat lain.Akan tetapi, hawa positif tadi juga membawa hawa negatif pula bagi pemirsanya, terutama bagi mereka yang sulit menginterpretasikan tayangan di TV. 
Beberapa sisi negatif TV; antara lain : informasi yang disajikan terkadang cenderung provokatif, ini sangat membahayakan apabila pemirsa hanya mencerna mentah-mentah tayangan tersebut untuk bertindak sesuatu. TV dapat membius pemirsanya untuk berlama-lama di depan TV dan dapat dikatakan sebagai sebuah ritual nonton TV (karena dilakukan setiap hari dengan khidmat tanpa mau diganggu). Kita ambil contoh pada hiburan sinetron misalnya, dengan durasi waktu yang lama seolah-olah TV dapat membius pemirsanya untuk tidak beranjak dari tempatnya dan sangat kecewa sekali tatkala ada beberapa penggalan yang terlewati..karena memang disajikan begitu cepat. Padahal, kita bisa lihat sendiri, tayangan sinetron lebih kepada sandiwara saja yang cenderung lebay (hehe..ikutan istilah anak muda). Ini sangat rentan sekali jika pemirsanya disertai dengan tindakan imitasi (peniruan) dan juga identifikasi (identik sama) dengan yang dia idolakan dalam tokoh sinetron tersebut. Padahal dua perilaku tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian seseorang. Meniru dan identik sama boleh-boleh saja, asalkan masih dalam koridor positif. Kalau itu positif kenappa tidak kita tiru. Namun, disitulah terkadang kita tidak sadar bahwa yang kita tiru bukan positifnya saja, melainkan yang negatifnya pula. 
Dengan beberapa contoh kasus diatas, maka sangat dipandang perlu audien harus dapat memilih mana tayangan yang benar-benar berguna, mendidik, serta memberikan pandangan yang luas pada cakrawala berpikir audien. Tayangan-tayangan yang hanya berbau popularitas, hedonisme, dan irasional saya kira tak perlu untuk diikuti. Terlebih bagi kalian yang notabene berstatus pelajar (intelektual muda). Pelajar harus kritis dan selalu berpikir rasional dalam berbagai hal. termasuk memilih tayangan TV, mana yang layak kita konsumsi dan mana yang tidak, sekiranya sesuai dengan kaidah nilai dan norma.
Terimakasih untuk insan-insan televisi yang telah memproduksi tayangan-tayangan yang menarik, menghibur, serta edukatif, menjembatani kita pada keterbatasan ruang dan waktu.TV harus menjadikan media sosialisasi juga media perubahan yang baik. Semoga dari tontonan dapat menjadi tuntunan yang baik pula.

Minggu, 06 Maret 2011

Majemuk Rentan Konflik

Indonesia.... Sejak prasejarah(suku), masa kerajaan Hindu-Budha dan Islam, masa kolonial hingga lahirnya Negara Republik Indonesia. Dari rentetan yang panjang itu lah sudah tercermin betapa majemuknya Indonesia. Indonesia sendiri tidak terbentuk dengan sendirinya, harus melalui proses integrasi yang begitu panjang. Dari sejak awal lahirnya negeri ini di tahun 45 sudah harus dilalui dengan konflik intern antara golongan muda dengan golongan tua (hingga terjadi peristiwa Rengasdengklok) dan akhirnya memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Ditengah-tengah masa menyatukan negeri ini sudah banyak teror dari dalam untuk memisahkan diri, sebut saja DI/TII, RMS-Permesta, dsb. Hingga kini Indonesia juga masih direpotkan dengan hal semacam itu. Belum lagi banyak konflik terjadi antara mayoritas dengan minoritas(agama), ras, etnis, belum lagi aksi-aksi makar dan anarkis. Memang betapa repotnya mengurus negeri ini.
Terlebih akhir-akhir ini sangat sering sekali terjadi pertentangan terutama masalah agama (keyakinan). Banyak bermunculan aliran yang dianggap sesat. Akhir ini kita tengok masalah Ahmadiyah. Ahmadiyah dianggap sesat. Banyak sekali peristiwa di berbagai tempat terjadi perusakan bahkan jatuh korban karena aksi2 penyerangan kaum mayoritas yang menganggap kalau dirinyalah yang paling benar. Tetapi, didaerah lain (masih di Indonesia) terjadi perlakuan yang berbeda kepada kaum Ahmadiyah, tidak ada pelarangan aktivitas keagamaan mereka, tidak ada peperangan diantara mereka, bahkan hidup berdampingan tanpa mempersoalkan perbedaan prinsip. Waaauuww...luar biasa. Tapi, itulah kenyataan di kita, masalah agama sangat mudah sekali menyulut api konflik. Bahkan, saking dimusuhinya Ahmadiyah, pemeluk Ahmadiyah dikucilkan dan hak2 mereka sebagai warga negara seolah-olah hilang bahkan mungkin tidak ada. Dimana keberpihakan hukum (Undang-Undang) memberikan hak yang sama kepada warga negaranya. "Sesat" dalam hal ini ada pada koridor teologis sedangkan hukum tidak ada mengenal itu. Sulit memang kalau mencari pembenaran dalam masalah konflik ini.
Itu tadi hanya satu dari sekian banyak kasus yang terjadi. Kita tinggalkan pembahasan kasus tadi ( kalau diteruskan nanti khawatir ada yang salah tafsir, disangka penulis berpihak ). Tadi penulis hanya berusaha menggambarkan sedikit realitas yang terjadi, jangan salah sangka yaaa...yaaa...peace..
Majemuk itu memang indah, tapi dibalik keindahannya itu menyimpan sejuta misteri. Begitulah kira-kira ungkapannya. Indah yang dimaksud adalah banyak sekali warna dan budaya yang berbeda, Misteri yang dimaksud adalah rawan dengan konflik. Maka dari itu, mari kita lebih mawas diri. Sayangi sesama manusia (jgn melihat perbedaan warna kulit, suku, keyakinan, dll), sayangi sesama hidup dan selalu mengibarkan bendera perdamaian. Semoga negeri ini masih diwarnai dengan kehidupan yang penuh toleransi, dan di jauhkan dari segala pertentangan serta musibah. Amin.
Tetaplah damai negeriku..toto tentrem kerto raharjo.

Kamis, 03 Maret 2011

Solidaritas

Kebersamaan...
Kata orang yang namanya sahabat/teman..kan slalu bersama dalam suka dan duka, ada pula yang mengatakan miliku-milikmu, milikmu milikku juga, dan sebagainya. boleh-boleh saja orang mengartikan lain makna teman/sahabat..yang jelas apapun itu (bukan teh botol sosro) mereka adalah orang yang ada disekitar kita, bahkan setiap hari selalu ada dengan kita.
Kebersamaan, tdk harus dimaknai dengan seragam, dan selalu bersama dalam waktu ruang yang sama pula, tapi kebersamaan lebih kepada terjadi sinergi antara dua atau lebih individu atau kelompok.Misalnya; di lingkungan kita ini terdapat individu dari suku bangsa dan agama yang berbeda. Alangkah indahnya bila terwujud kebersamaan walau pun dari latar belakang yang berbeda. Ini yang sulit, kita terkadang terdorong rasa ego-sentris dan sentris-sentris yang lainnya. Merasa paling benar..paling..paling..dan se-paling-palingnya. Itulah biangnya perpecahan, seperti potret negeri sekarang2 ini. banyak sekali kasus kerusuhan akibat dari perbedaan tadi... Mereka hanya bisa toleransi dengan yang sama, tapi dengan yang sedikit beda atau jauh berbeda mereka hanya memandang sebelah mata (cenderung memusuhi). Memang sulit menciptakan kebersamaan dari berbagai perbedaan. Tapi jika kita memandang cakrawala yang lebih luas..mungkin bisa sama-sama kita telaah makna kebersamaan dari berbagai perbedaan. Mungkinkah...Kita kan selalu bersama...(penggalan dari mas Andre) jawabnya..mungkin saja hehehe...
Salam...